wisata religi lamongan


makam sunan drajat lamongan

Sejarah singkat
Sunan Drajat bernama kecil Syarifuddin atau Raden Qosim putra
Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah pelajaran Islam
dikuasai, beliau mengambil tempat di desa Drajat wilayah
Kecamatan Paciran Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan
sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Beliau memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan
Drajat sebagai otonom kerajaan Demak selama 36 tahun.
Beliau sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal sosiawan
sangat memperhatikan nasib kaum fakir miskin, terlebih dahulu
mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan ajaran.
Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran.
Usaha kearah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat
memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang
mempunyai otonomi. Sebagai penghargaan atas keberhasilannya
menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi
kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari
Raden Patah Sultan Demak I pada tahun saka 1442 atau 1520
Masehi.
Wewarah pengentasan kemiskinan Sunan Drajat kini terabadikan
dalam sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan
Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut sebagai berikut :
1. Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang
hati orang lain).
2. Jroning suko kudu eling Ian waspodo (didalam suasana riang
kita harus tetap ingat dan waspada).
3. Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning
lampah. (dalam perjalanan untuk mencapai cita – cita luhur kita
tidak peduli dengan segala bentuk rintangan).
4. Meper Hardaning Pancadriya(kita harus selalu menekan gelora
nafsu – nafsu).
5. Heneng – Hening – Henung(dalam keadaan diam kita akan memĀ­
peroleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan
mencapai cita – cita luhur).
6. Mulyo guno Panca Waktu(suatu kebahagiaan lahir bathin hanya
bisa kita capai dengan sholat lima waktu).
7. Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan
marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang
wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan. Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono
marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang
kodanan.
Maksudnya :
Berilah ilmu agar orang menjadi pandai,
Sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu,
serta beri perlindungan orang yang menderita. Selain itu dalam sejarahnya Sunan Drajat juga dikenal sebagai
seorang Wali pencipta tembang Mocopat yakni Pangkur. Sisa –
sisa gamelan Singomengkoknya Sunan Drajat kini tersimpan di
Musium Daerah